Orang tua mana yang tak sedih mendapati anak mereka divonis kanker darah oleh dokter. Hal ini dirasakan Jepri Julaia Pratama, ayah Rafli (3 tahun). Seorang buruh petani bawang asal dari Kabupaten Solok Sumatera Barat
Pada bulan Ramadhan, Rafli dirujuk ke RS KANKER DHARMAIS Jakarta untuk dilakukan pengecekan lebih lanjut. Sebelumnya dokter di RSUP M. Djamil Padang menyebutkan bahwa Rafli didiagnosa “Acute Lymphobiastic Leukaemia”, atau yang disebut juga dengan Kanker Darah. Setelah hasil labor keluar dari Jakarta, kemudian Rafli menjalani kemoterapi. Menurut protokol nasional leukimia Rafli diharuskan menjalani kemotrapi sebanyak 17 kali selama 17 pekan,
namun dikarenakan kondisi Rafli yang sering mendadak lemah, yang terkadang terjadi mimisan beberapa kali disertai demam tinggi, akhirnya selama 7 (tujuh) bulan terakhir ini Rafli hanya menjalani kemoterapi sebanyak 6 (enam) kali. Selain kondisi Rafli yang sering melemah, transportasi juga menjadi kendala bagi kedua orang tuanya. Jarak yang jauh dari luar kota menuju RSUP M. Djamil membuat sang Ayah kesulitan mengantar Rafli untuk pergi menjalani kemoterapi 1 pekan sekali.
Rafli tinggal di Alahan Panjang, Kab. Solok, sedangkan rumah sakitnya berada di Kota Padang dengan jarak tempuh kurang lebih 3 (tiga) jam. Selain jarak tempuh yang jauh, biaya transportasi untuk bolak balik 1 kali sepekan juga menjadi beban bagi sang Ayah.Kedua orang tua Rafli bekerja sebagai petani bawang. Di Alahan Panjang (daerah tempat tinggal Rafli), mata pencaharian masyarakatnya rata-rata adalah petani bawang dan sayur. Ayah dan Ibu Rafli terpaksa harus berada di sisi Rafli sepanjang waktu dikarenakan Rafli selalu ingin didampingi oleh kedua orang tuanya, kondisi ini membuat kedua orang tua Rafli tidak bisa untuk bercocok tanam dan menjual hasil tani guna mencukupi kebutuhan sehari-hari. Beberapa bulan terakhir ini orang tua Rafli hanya mengandalkan bantuan dari keluarga terdekat. “Namun tidak mungkin selamanya akan bergantung terus kepada keluarga kita” ungkap sang Ayah ketika menceritakan kisahnya mengurus Rafli yang mulai sakit.

Awal gejala yang di alami Rafli adalah mimisan di hidung. Darah yang mengucur dari hidung tanpa henti sehingga sang Ayah harus menutup hidung anaknya dengan tangannya supaya darah tersebut tidak keluar lagi.

Biaya untuk operasional rumah sakit rafli di tanggung BPJS tetapi di luar itu untuk operasional pasien danpenunjang pengobatan sebesar Rp. 85.000.000
Rafli sangat membutuhkan bantuan semua orang agar bisa melakukan kemoterapi untuk kesembuhan Rafli. Saya dan seluruh keluarga besar Rafli sudah berjuang mengumpulkan dari sekitar, dan saat ini dana sudah habis terpakai untuk pengobatan sejauh ini, karena saya dan anggota keluarga lainnya hanya memiliki penghasilan rata-rata 1-2 juta per bulannya. Sedangkan biaya pengobatan Rafli membutuhkan ratusan juta.
Rafli ingin cepat sehat dan bisa bermain seperti teman temanya di usia ny..